Aliran Linguistik: Aliran London




Aliran Linguistik: Aliran London


 Oleh : Makinuddin ( 2121031031)


1. Pendapat Brownislaw Malinowski (1884-1942)
Brownislaw Malinowski berasal dari Inggris, ia terkenal dalam bidang Antropologi. Pandangannya yang mendasar tentang makna dalam bahasa itu disebut “konteks situasi”, yang kemudian diambil dan dikembangkan oleh J.R.Firth. Menurut Malinowski, makna tuturan itu seperti yang terdapat dalam konteks situasinya. Gagasan ini telah mencakup dan mendukung gagasan Bloomfield. Kaum mentalis dan mekanis biasa menyebutnya metode praktis.
Malinowski berpendapat bahwa:
1)     kalimat adalah bahasa dasar.
2)     kata merupakan abstraksi sekunder. Ia membatasi kalimat sebagai sebuah tuturan yang di ikat oleh sebuah kesenyapan atau jeda yang dapat didengarkan. Menurut Malinowski bahasa adalah peranti kegiatan sosial dan peranti kerja sama.

  1. Komunifatik
Komunifatik adalah istilah yang ditemukan oleh Malinowski untuk memberi  label pada pemakaian bahasa yang nonreferensial. Mungkin seseorang akan keberatan bahwa pelarian dari masalah referensial semacam itu hanya ada jika tuturan dalam masyarakat memberi efek melalui perantara pemahaman penutur berupa harapan, keinginan, dan sebagainya.
  1. Terjemahan
Malinowski berpandangan selama masyarakat itu unik, bahasa serta situasi pemakai bahasa itu juga unik khususnya dalam situasi masyarakat tertentu.

3. Analisis Monosistemik Versus Polisistemik
Menurut Bloomfield, fonemik didasarkan pada sistem tunggal bahasa sebuah asumsi yang bertentangan dengan konsepsi bahasa Firth. Firth tidak percaya bahwa analisis wacana dapat dikembangkan dari prosedur fonemik, juga tidak dengan analogi dari padanya. Firth mengabaikan fakta bahwa pada setiap titik dalam sebuah bahasa dapat dan harus dianggap focus dari banyak sitemik dan hubungan struktural.

4. Kesia-siaan
Istilah kesia-siaan menunjukkan bahwa ciri gayut secara fonemik dalam bahasa adalah yang dibatasi sebgai segmen dasar dan bahwa ada yang lain yakni ciri yang dapat diramalkan secara otomatis yang sifatnya ekstra dan oleh karena itu tidak fungsional. Kaum prosodis berpendapat bahwa perbedaan bunyi itu seperti variasi alofonik adalah sia-sia. Menurut Allen, fakta bahwa fonemisis kemudian memberikan pernyataan distribusional, mendaftar varian alofonik fonem yang dapat diramalkan menurut lingkungannya adalah bukti bahwa asumsi awal mereka sudah salah.
Ciri fonetik yang biasanya ditempatkan pada prosodi dalam sistem ini pada umumnya diperlukan pada latihan fonemik dan seperti usul Zelling Haris, diberi secara fonemik melalui urutan fonem segmen tunggal. Komponen semacam itu disebut “pendek” yang mempunyai segmen tunggal. Dan panjang apabila mempunyai dua morfem atau lebih.
Para prosodis mengingkari bahwa ini merupakan informasi sama yang diberikan oleh mereka. Robin membedakan prosodi dari fonem suprasegmental. Fonem suprasegmental mewakili ciri kuantitatif, sedangkan prosodi berkenaan dengan ciri kualitatif. Prosodi berbeda dengan konsep Haris, tentang komponen panjang fonemik. Menurut Robin, “Abstraksi sebuah komponen dari sebuah fonem dalam sebuah lingkungan termasuk abstraksi dalam semua lingkungannya”. Prosodi dikaitkan dengan struktur fonologis dan gramatik yang khusus, sedang komponen panjang tidak.

1. Pendapat John Ruppert Firthian (1890-1960)
Seperti yang diungkapkan Soeparno dalam Dasar-dasar Linguistik Umum, Firthian adalah guru besar pada Universitas London sangat terkenal sebagai pelopor Aliran London. Bila aliran Bloomfieldian  disebut dengan nama strukturalisme Amerika, maka aliran Firthians disebut strukturalisme kontinental. Kaum ini terkenal karena kecenderungannya untuk menerapkan hal-hal yang praktis. Para ahlinya antara lain : John Ruppert Firth, Daniel Jones, Brownislaw Malinowski, dan H.Sweet.
Firth mengeluarkan teori tentang fonologi prosodi. Titik berat perhatiannya memang pada bidang fonetik dan fonologi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri dari satuan-satuan fonematis dan satuan prosodi. Satuan –satuan fonematis berupa unsur-unsur segmental, yaitu berupa konsonan dan vokal. Sedangkan satuan prosodi berupa ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang lebih panjang daripada suatu segemn tunggal. Ada 3 macam pokok prosodi, yaitu (1) prosodi yang menyangkut gabungan fonem: struktur kata, struktur suku kata, gabungan konsonan, dan gabungan vokal; (2) prosodi yang terbentuk oleh jeda; dan (3) prosodi yang lebih daripada fonem-fonem suprasegmental.
Firth juga berpendapat telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis. Tiap tutur harus dikaji dalam konteks situasinya, yaitu orang-orang yan berperan dalam masyarakat, kata-kata yang mereka ungkapkan, dan hal-hal lain yang berhubungan. (Abdul Chaer: 355-356)
Karya Firth dan kelompoknya mempunyai pandangan yang sama tentang struktur bahasa seperti yang dikemukakan oleh de Saussure. Firth meminjam istilah konteks situasi dengan membedakan tataran yang beragam dan menunjukkan adanya unsur linguistik yang terbatas. Ia menggunakan dua jalur yang dikemukakan oleh de Saussure, yaitu paradigma dan sintagmatik.
Firth berpendapat bahwa pertanyaan tentang realitas dapat melumpuhkan penyelidikan. Objek kajian linguistik menurut Firth adalah bahasa secara aktual. Firth mengatakan bahwa struktur berkenaan dangan hubungan sintagmatik antar unsur  dan sistem yang berhubungan dengan paradigmatik antar unit. Konteks situasi adalah konstruk sistematik yang diterapkan khusus untuk peristiwa sosial yang berulang terdiri atas berbagai tataran analisis. Tataran ini yaitu fonetik, fonologi, tata bahasa, kosa kata, dan bahasa.
Pendekatan situasional  untuk menganalisis situasi tuturan sebagai berikut:
  1. Hubungan dalam teks itu sendiri
  2. Hubungan sintagmatik antara unsure struktur yang dipertimbangkan dalam berbagai tataran analisis
  3. Hubungan paradigma istilah untuk memberikan nilai pada unsure struktur.
  4. Teks dalam hubungan dengan unsur nonverbal dengan hasil keseluruhan yang efektif
  5. Hubungan analisis antara bagian teks dan unsur khusus dalam situasi.
  6. Hubungan dalam konteks situasi
Komponen dasar dari makna keseluruhan adalah fungsi fonetik, fungsi leksikal, fungsi morfologi, dan fungsi sintaksis serta seluruh konteks situasi.
Tataran pertama adalah fonetik dan fonologi. Pada tataran ini bunyi mempunyai fungsi berdasarkan (1) tempat terjadi; dan (2) kontras yang ditunjukkan dengan bunyi yang dapat terjadi ditempat yang sama.
1.      Tempat
Dengan menggunakan contoh bahasa Inggris, dapat ditentukan bahwa bunyi /b/ dapat terjadi:
  • Pada posisi depan (awal)
  • Sebelum vokal
  • Sebelum jumlah konsonan tertentu
  • Tidak pernah ada sesudah konsonan
2.      Kontras
Dalam kajian kata, dimana /b/ berposisi depan ditemukan bahwa posisi itu dapat diganti oleh /p/ atau /m/ :
  • Jika ada /p/ atau /m/, bunyi /s/ dapat mendahului bunyi itu.
  • Jika /p/ dan /m/ diartikulasikan seperti /b/ berdasarkan tempatnya, ada kontras antar mereka: /b/ dan /p/ keduanya bilabial, tetapi /b/ dan /p/ biasanya bukan nasal, /m/ adalah nonplosif, dan seterusnya.
  • /d/ adalah alveolar dan berkontras secara berbeda dengan /b/ daripada dengan bunyi yang lain, dan seterusnya.

Yang dicatat oleh Firth ialah bahwa fungsi dari seorang ahli fonologi ialah menunjukkan satuan fonemik dan satuan prosodi dalam kaitannya dengan makna, sedang ahli fonetik ialah menghubungkan satuan itu dengan proses dan ciri ujaran.
Tataran kedua ialah leksikal. Dalam tataran ini makna dapat dipertimbangkan. Makna kata dapat ditunjukkan tidak hanya dalam pengertian referensial seperti lazimnya dikerjakan, tetapi dapat juga dipertimbangkan dalam lingkup kolokasi.
Tataran ketiga adalah tata bahasa yang dapat dipilahkan menjadi morfologi dan sintaksis dalam tataran morfologi, dapat dilihat paradigma untuk kata dengan tidak melupakan syarat makna dalam paradigma itu.
Dalam tataran makna sintaksis, kita berurusan dengan kologasi atau hubungan sintagmatik antara kategori gramatiakal.
Tataran keempat adalah situasi. Tataran ini sangat dekat dengan tataran makna, sulit untuk menggambarkan konteks situasi itu dengan bahasa yang tepat. Oleh sebab itu, biasanya para Linguis memilih butir-butir yang gayut. Firth mendaftar butir-butir itu sebagai berikut:
  1. Partisipan
  • Tindak verbal mereka
  • Tindak nonverbal mereka
  1. Obyek yang gayut, peristiwa nonverbal dan nonpersonal
  2. Evek tidak verbal
Pendekatan seperti itu diistilahkan monistik dan menghilangkan dikotom kata, dan pikiran atau menerapkan cakupan materialisme untuk menghilangkan mentalisme. Pendekatan itu digunakan dengan dua alasan pokok, yaitu:
  1. Memungkinkan kita dapat menyatakan pemakaian penuturan dalam sebuah situasi, dan kita dapat menyamakan makna dengan pemakaian.
  2. Untuk menjamin bahwa kita menguji kebenaran serpihan bahasa, alih-alihan contoh yang tidak tepat yang ditemukan dalam banyak tata bahasa.
Dalam menganalisis unsur bunyi dalam tuturan, analisis prosodi membedakan hubungan paradigmatik dan sintagmatik. Butir dalam hubungan paradigmatik adalah sistematik, dan butir dalam hubungan sintagmatik ialah struktural.
Sebuah fonematik mirip namun berbeda dengan fonem. Fonem adalah sebuah satuan yang dibatasi melalui kemampuannya untuk membedakan sebuah butir leksikal dengan yang lain. Perbedaan antara fonem dan satuan fonematik ialah prosodi.
Kata kerja harus diangap sebagai kata kerja perifrastik polinomial, bukan sebagai kata-kata individual. Analisis kategori gramatikal atau kategori morfemik harus dikaji secara sintagmatis, selama mereka muncul secara paradigmatik sebagai satuan yang memberikan nilai pada unsur struktur. Analisis yang sama harus diterapkan pada bagian-bagian klausa. Dalam tataran leksikal, kologasi menunjukkan pentingnya bagian frase, klausa, kalimat dan secara erat merajut kelompok kalimat.


Daftar Pustaka:
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Samsuri.1988. Berbagai Aliran Linguistik Abad XX. Jakarta: Dikti.
Soeparno. 2002. Dasar-dasar linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon Saran dan Kritiknya

Sidebar One

Stats

Hidup adalah sebuah anugerah yang harus kita lewati bercumbu rayu dengan ribuan masalah

featured-content

Blogroll

Labels

Labels

Blogger templates

Blogger news

FansPage

Bantu Like Dong Sobat... ^_^
×

Hidup adalah sebuah anugerah yang harus kita lewati bercumbu rayu dengan ribuan masalah

Labels

Jumat, 20 Desember 2013

Aliran Linguistik: Aliran London




Aliran Linguistik: Aliran London


 Oleh : Makinuddin ( 2121031031)


1. Pendapat Brownislaw Malinowski (1884-1942)
Brownislaw Malinowski berasal dari Inggris, ia terkenal dalam bidang Antropologi. Pandangannya yang mendasar tentang makna dalam bahasa itu disebut “konteks situasi”, yang kemudian diambil dan dikembangkan oleh J.R.Firth. Menurut Malinowski, makna tuturan itu seperti yang terdapat dalam konteks situasinya. Gagasan ini telah mencakup dan mendukung gagasan Bloomfield. Kaum mentalis dan mekanis biasa menyebutnya metode praktis.
Malinowski berpendapat bahwa:
1)     kalimat adalah bahasa dasar.
2)     kata merupakan abstraksi sekunder. Ia membatasi kalimat sebagai sebuah tuturan yang di ikat oleh sebuah kesenyapan atau jeda yang dapat didengarkan. Menurut Malinowski bahasa adalah peranti kegiatan sosial dan peranti kerja sama.

  1. Komunifatik
Komunifatik adalah istilah yang ditemukan oleh Malinowski untuk memberi  label pada pemakaian bahasa yang nonreferensial. Mungkin seseorang akan keberatan bahwa pelarian dari masalah referensial semacam itu hanya ada jika tuturan dalam masyarakat memberi efek melalui perantara pemahaman penutur berupa harapan, keinginan, dan sebagainya.
  1. Terjemahan
Malinowski berpandangan selama masyarakat itu unik, bahasa serta situasi pemakai bahasa itu juga unik khususnya dalam situasi masyarakat tertentu.

3. Analisis Monosistemik Versus Polisistemik
Menurut Bloomfield, fonemik didasarkan pada sistem tunggal bahasa sebuah asumsi yang bertentangan dengan konsepsi bahasa Firth. Firth tidak percaya bahwa analisis wacana dapat dikembangkan dari prosedur fonemik, juga tidak dengan analogi dari padanya. Firth mengabaikan fakta bahwa pada setiap titik dalam sebuah bahasa dapat dan harus dianggap focus dari banyak sitemik dan hubungan struktural.

4. Kesia-siaan
Istilah kesia-siaan menunjukkan bahwa ciri gayut secara fonemik dalam bahasa adalah yang dibatasi sebgai segmen dasar dan bahwa ada yang lain yakni ciri yang dapat diramalkan secara otomatis yang sifatnya ekstra dan oleh karena itu tidak fungsional. Kaum prosodis berpendapat bahwa perbedaan bunyi itu seperti variasi alofonik adalah sia-sia. Menurut Allen, fakta bahwa fonemisis kemudian memberikan pernyataan distribusional, mendaftar varian alofonik fonem yang dapat diramalkan menurut lingkungannya adalah bukti bahwa asumsi awal mereka sudah salah.
Ciri fonetik yang biasanya ditempatkan pada prosodi dalam sistem ini pada umumnya diperlukan pada latihan fonemik dan seperti usul Zelling Haris, diberi secara fonemik melalui urutan fonem segmen tunggal. Komponen semacam itu disebut “pendek” yang mempunyai segmen tunggal. Dan panjang apabila mempunyai dua morfem atau lebih.
Para prosodis mengingkari bahwa ini merupakan informasi sama yang diberikan oleh mereka. Robin membedakan prosodi dari fonem suprasegmental. Fonem suprasegmental mewakili ciri kuantitatif, sedangkan prosodi berkenaan dengan ciri kualitatif. Prosodi berbeda dengan konsep Haris, tentang komponen panjang fonemik. Menurut Robin, “Abstraksi sebuah komponen dari sebuah fonem dalam sebuah lingkungan termasuk abstraksi dalam semua lingkungannya”. Prosodi dikaitkan dengan struktur fonologis dan gramatik yang khusus, sedang komponen panjang tidak.

1. Pendapat John Ruppert Firthian (1890-1960)
Seperti yang diungkapkan Soeparno dalam Dasar-dasar Linguistik Umum, Firthian adalah guru besar pada Universitas London sangat terkenal sebagai pelopor Aliran London. Bila aliran Bloomfieldian  disebut dengan nama strukturalisme Amerika, maka aliran Firthians disebut strukturalisme kontinental. Kaum ini terkenal karena kecenderungannya untuk menerapkan hal-hal yang praktis. Para ahlinya antara lain : John Ruppert Firth, Daniel Jones, Brownislaw Malinowski, dan H.Sweet.
Firth mengeluarkan teori tentang fonologi prosodi. Titik berat perhatiannya memang pada bidang fonetik dan fonologi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri dari satuan-satuan fonematis dan satuan prosodi. Satuan –satuan fonematis berupa unsur-unsur segmental, yaitu berupa konsonan dan vokal. Sedangkan satuan prosodi berupa ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang lebih panjang daripada suatu segemn tunggal. Ada 3 macam pokok prosodi, yaitu (1) prosodi yang menyangkut gabungan fonem: struktur kata, struktur suku kata, gabungan konsonan, dan gabungan vokal; (2) prosodi yang terbentuk oleh jeda; dan (3) prosodi yang lebih daripada fonem-fonem suprasegmental.
Firth juga berpendapat telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis. Tiap tutur harus dikaji dalam konteks situasinya, yaitu orang-orang yan berperan dalam masyarakat, kata-kata yang mereka ungkapkan, dan hal-hal lain yang berhubungan. (Abdul Chaer: 355-356)
Karya Firth dan kelompoknya mempunyai pandangan yang sama tentang struktur bahasa seperti yang dikemukakan oleh de Saussure. Firth meminjam istilah konteks situasi dengan membedakan tataran yang beragam dan menunjukkan adanya unsur linguistik yang terbatas. Ia menggunakan dua jalur yang dikemukakan oleh de Saussure, yaitu paradigma dan sintagmatik.
Firth berpendapat bahwa pertanyaan tentang realitas dapat melumpuhkan penyelidikan. Objek kajian linguistik menurut Firth adalah bahasa secara aktual. Firth mengatakan bahwa struktur berkenaan dangan hubungan sintagmatik antar unsur  dan sistem yang berhubungan dengan paradigmatik antar unit. Konteks situasi adalah konstruk sistematik yang diterapkan khusus untuk peristiwa sosial yang berulang terdiri atas berbagai tataran analisis. Tataran ini yaitu fonetik, fonologi, tata bahasa, kosa kata, dan bahasa.
Pendekatan situasional  untuk menganalisis situasi tuturan sebagai berikut:
  1. Hubungan dalam teks itu sendiri
  2. Hubungan sintagmatik antara unsure struktur yang dipertimbangkan dalam berbagai tataran analisis
  3. Hubungan paradigma istilah untuk memberikan nilai pada unsure struktur.
  4. Teks dalam hubungan dengan unsur nonverbal dengan hasil keseluruhan yang efektif
  5. Hubungan analisis antara bagian teks dan unsur khusus dalam situasi.
  6. Hubungan dalam konteks situasi
Komponen dasar dari makna keseluruhan adalah fungsi fonetik, fungsi leksikal, fungsi morfologi, dan fungsi sintaksis serta seluruh konteks situasi.
Tataran pertama adalah fonetik dan fonologi. Pada tataran ini bunyi mempunyai fungsi berdasarkan (1) tempat terjadi; dan (2) kontras yang ditunjukkan dengan bunyi yang dapat terjadi ditempat yang sama.
1.      Tempat
Dengan menggunakan contoh bahasa Inggris, dapat ditentukan bahwa bunyi /b/ dapat terjadi:
  • Pada posisi depan (awal)
  • Sebelum vokal
  • Sebelum jumlah konsonan tertentu
  • Tidak pernah ada sesudah konsonan
2.      Kontras
Dalam kajian kata, dimana /b/ berposisi depan ditemukan bahwa posisi itu dapat diganti oleh /p/ atau /m/ :
  • Jika ada /p/ atau /m/, bunyi /s/ dapat mendahului bunyi itu.
  • Jika /p/ dan /m/ diartikulasikan seperti /b/ berdasarkan tempatnya, ada kontras antar mereka: /b/ dan /p/ keduanya bilabial, tetapi /b/ dan /p/ biasanya bukan nasal, /m/ adalah nonplosif, dan seterusnya.
  • /d/ adalah alveolar dan berkontras secara berbeda dengan /b/ daripada dengan bunyi yang lain, dan seterusnya.

Yang dicatat oleh Firth ialah bahwa fungsi dari seorang ahli fonologi ialah menunjukkan satuan fonemik dan satuan prosodi dalam kaitannya dengan makna, sedang ahli fonetik ialah menghubungkan satuan itu dengan proses dan ciri ujaran.
Tataran kedua ialah leksikal. Dalam tataran ini makna dapat dipertimbangkan. Makna kata dapat ditunjukkan tidak hanya dalam pengertian referensial seperti lazimnya dikerjakan, tetapi dapat juga dipertimbangkan dalam lingkup kolokasi.
Tataran ketiga adalah tata bahasa yang dapat dipilahkan menjadi morfologi dan sintaksis dalam tataran morfologi, dapat dilihat paradigma untuk kata dengan tidak melupakan syarat makna dalam paradigma itu.
Dalam tataran makna sintaksis, kita berurusan dengan kologasi atau hubungan sintagmatik antara kategori gramatiakal.
Tataran keempat adalah situasi. Tataran ini sangat dekat dengan tataran makna, sulit untuk menggambarkan konteks situasi itu dengan bahasa yang tepat. Oleh sebab itu, biasanya para Linguis memilih butir-butir yang gayut. Firth mendaftar butir-butir itu sebagai berikut:
  1. Partisipan
  • Tindak verbal mereka
  • Tindak nonverbal mereka
  1. Obyek yang gayut, peristiwa nonverbal dan nonpersonal
  2. Evek tidak verbal
Pendekatan seperti itu diistilahkan monistik dan menghilangkan dikotom kata, dan pikiran atau menerapkan cakupan materialisme untuk menghilangkan mentalisme. Pendekatan itu digunakan dengan dua alasan pokok, yaitu:
  1. Memungkinkan kita dapat menyatakan pemakaian penuturan dalam sebuah situasi, dan kita dapat menyamakan makna dengan pemakaian.
  2. Untuk menjamin bahwa kita menguji kebenaran serpihan bahasa, alih-alihan contoh yang tidak tepat yang ditemukan dalam banyak tata bahasa.
Dalam menganalisis unsur bunyi dalam tuturan, analisis prosodi membedakan hubungan paradigmatik dan sintagmatik. Butir dalam hubungan paradigmatik adalah sistematik, dan butir dalam hubungan sintagmatik ialah struktural.
Sebuah fonematik mirip namun berbeda dengan fonem. Fonem adalah sebuah satuan yang dibatasi melalui kemampuannya untuk membedakan sebuah butir leksikal dengan yang lain. Perbedaan antara fonem dan satuan fonematik ialah prosodi.
Kata kerja harus diangap sebagai kata kerja perifrastik polinomial, bukan sebagai kata-kata individual. Analisis kategori gramatikal atau kategori morfemik harus dikaji secara sintagmatis, selama mereka muncul secara paradigmatik sebagai satuan yang memberikan nilai pada unsur struktur. Analisis yang sama harus diterapkan pada bagian-bagian klausa. Dalam tataran leksikal, kologasi menunjukkan pentingnya bagian frase, klausa, kalimat dan secara erat merajut kelompok kalimat.


Daftar Pustaka:
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Samsuri.1988. Berbagai Aliran Linguistik Abad XX. Jakarta: Dikti.
Soeparno. 2002. Dasar-dasar linguistik Umum. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon Saran dan Kritiknya

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Terjamah

Categories

Popular Posts

About Me

Followers

Blog Archive

Popular Posts

Twitter Q

IKLAN


Kode Iklan Anda Disini

alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar