LeVeL Membaca Kreatif

LEVEL MEMBACA
 
ethemaky@yahoo.com

Pada bab 1, kita mencatat beberapa perbedaan penting yang akan berguna untuk pembahasan berikut. Tujuan orang membaca— entah hiburan, informasi atau pemahaman—menentukan cara Ia membaca. Efektivitas membacanya bergantung pada jumlah usaha yang ia kerahkan dan jumlah keterampilan yang ia kuasai. Secara umum, lebih banyak usaha lebih balk; paling tidak dalam membaca  buku-buku yang pada awalnya melampaui pemahaman kita sebagai pembaca dan, karenanya mampu mengangkat kita dari kurang memahami menjadi lebih memahami. Akhirnya, pembedaan instruktif dan observatif (atau penemuan dengan dibantu dan tanpa dibantu) itu penting karena kebanyakan dan kita sering kali hams membaca tanpa bantuan siapa pun. Membaca, seperti penemuan tanpa dibantu, adalah belajar dari guru yang tidak hadir. Kita hanya bisa melakukannya jika kita tahu caranya.
Walaupun perbedaan di atas itu penting, ia tidak sepenting poin-poin dalam bab ini, yang berhubungan dengan level membaca. Perbedaan antarlevel ini harus dipahami agar peningkatan keterampilan membaca secara efektif bisa terjadi.
Ada empat level membaca. Mereka disebut level, bukan jenis, karena jénis yang satu berbeda secara esensial dengan jenis yang lain, sementara ciri-ciri level adalah yang lebih tinggi mencakup yang lebih rendah. Begitu juga dengan level membaca, mereka kumulatif Level pertama tidak hilang dalam yang kedua, yang kedua dalam yang ketiga, yang ketiga dalam yang keempat. Nyatanya, level membaca keempat, yang tertinggi, mencakup semua level lainnya. Ia melampaui mereka.
Level membaca pertama kami sebut Membaca Dasar; bisa disebut dengan nama lain seperti Membaca Permulaan, Membaca Pertama atau Membaca Awal. Istilah-istilah tersebut menunjukkan bahwa orang yang menguasai level ini, paling tidak, telah meningkat dari buta huruf menjadi bisa membaca. Dalam proses menguasai level ini, seseorang mempelajari dasar-dasar seni membaca, menerima pelatihan membaca awal, dan mendapatkan berbagai keterampilan membaca awal. Kami lebih memilih istilah Membaca Dasar karena level ini biasanya dipelajari di SD.
Seorang anak pertama kali mengenal aktivitas membaca pada level ini. Masalah yang ia hadapi: bagaimana mengenali kata demi kata. Anak itu melihat sekumpulan simbol hitam di atas sehelai kertas putih. Simbol-simbol itu berbunyi “Kucing duduk di atas topi.” Siswa kelas 1 SD tidak peduli apakah kucing memang biasanya duduk di atas topi, atau apa implikasi kalimat itu terhadap kucing, topi, dan kehidupan. Ia hanya memerhatikan bahasa yang disajikan oleh penulis.
Pada level membaca ini, pertanyaan yang diajukan pembaca: “Apakah yang disampaikan oleh kalimat itu?” Tentunya, pertanyaan ini bisa dimaknai sebagai pertanyaan yang kompleks dan sulit. Tetapi maksud kami di sini adalah dalam arti yang paling sederhana.
Keterampilan membaca dasar tentu telah dikuasai oleh semua pembaca buku ini. Meskipun demikian, kita masih terus mengalami kesulitan membaca level ini, seberapa pun terampilnya kita sebagai pembaca. Misalnya, pada saat kita membaca buku yang  ditulis dalam bahasa asing yang tidak kita kuasai dengan baik. Dalam situasi ini, usaha pertama kita adalah mengidentifikasi kata-kata yang tampak. Hanya setelah kita mengenali kata-kata itu satu per satu kita bisa mulai berusaha memahami kalimat tersebut, berupaya mengerti apa maksudnya.
Bahkan ketika membaca materi yang ditulis dalam bahasa ibunya, banyak pembaca yang masih saja mengalami berbagai kesulitan pada level ini. Sebagian besar kesulitan ini bersifat mekanis, dan beberapa di antaranya bisa ditelusuri ke dalam awal pengajaran membaca. Mengatasi berbagai kesulitan ini biasanya membuat kita bisa membaca lebih cepat. Karena itu kebanyakan kursus membaca cepat berkonsentrasi pada level ini. Banyak yang akan kami sampaikan tentang membaca dasar pada bab berikut, dan pada Bab 4, kami akan membahas tentang membaca cepat.
Level membaca kedua kami sebut Membaca Inspeksional. Level ini memberi tekanan khusus pada waktu. Saat membaca pada level ini, pembaca dibatasi waktunya dalam menyelesaikan sejumlah bacaan yang ditugaskan. Misalnya, Ia diberi waktu 15 menit untuk membaca buku ini atau buku yang dua kali lebih tebal.
Dengan kata lain, level Membaca Inspeksional bertujuan menemukan yang terbaik dari sebuah buku dalam waktu terbatas, biasanya relatif singkat, bahkan selalu teramat singkat, untuk menemukan semua yang tersaji dalam buku itu.
Nama lain level ini adalah skiming atau pramembaca. Tetapi maksud kami bukanlah memeriksa buku secara acak atau ala kadarnya. Membaca Inspeksional adalah seni skiming secara sistematis.
Tujuan Anda saat membaca pada level ini adalah memeriksa permukaan buku, membaca semua hal yang bisa dipelajari dari permukaan itu saja. Tindakan ini biasanya bermanfaat.
Jika pertanyaan yang diajukan pada level pertama adalah “Apa yang disampaikan kalimat itu?”, pertanyaan yang biasanya diajukan  pada level ini ialah “Apa perihal buku itu?” Pertanyaan ini sederhana. Pertanyaan lain yang sejenis adalah “Bagaimanakah struktur buku itu?” atau “Apa sajakah bagian-bagiannya?
Setelah membaca buku secara inspeksional, sesingkat apa pun waktunya, Anda harus bisa menjawab pertanyaan, “Apa jenis buku itu, novel, sejarah, karya ilmiah?”
Bab 4 dipilih untuk menjelaskan level ini sehingga kami Sekarang tidak akan membahasnya lebih jauh. Namun kami mau menegaskan bahwa kebanyakan orang, bahkan banyak pembaca yang baik, tidak menyadari manfaat membaca inspeksional. Mereka mulai membaca sebuah buku dari halaman pertama sampai ke halaman terakhir tanpa membaca daftar isinya. Karena itu, mereka menghadapi tugas mengetahui buku secara sekilas sekaligus memahaminya. Cara ini menyulitkan.
Level membaca ketiga kami sebut Membaca Analitis. Aktivitas dalam level ini lebih kompleks dan sistematis daripada dua level sebelumnya. Bergantung pada tingkat kesulitan teks yang akan dibaca jenis membaca ini mengajukan tuntutan yang relatif berat kepada pembaca.
Membaca analitis berarti membaca menyeluruh, membaca lengkap, atau membaca dengan baik, kegiatan membaca terbaik yang bisa Anda lakukan. Jika membaca inspeksional adalah kegiatan membaca terbaik dan terlengkap dalam waktu terbatas, membaca analitis adalah kegiatan membaca terbaik dan terlengkap tanpa batas waktu.
Pembaca analitis harus mengajukan banyak pertanyaan teratur tentang apa yang ia baca. Kami tidakingin menyajikan pertanyaan-pertanyaan itu sekarang karena buku ini terutama membahas tentang membaca pada level ketiga: Bagian Dua menjelaskan peraturan dan caranya. Perlu kami tekankan bahwa membaca analitis selalu sangat aktif Pada level ini, pembaca menggarap sebuah buku sampai buku tersebut menjadi miliknya. Francis Bacon berujar, “Sejumlah buku hanya perlu dicicipi, yang lain perlu ditelan, dan sedikit lainnya harus dikunyah dan dicerna.” Membaca secara analitis berarti mengunyah dan mencerna.
Kami tekankan juga bahwa membaca analitis tidak diperlukan jika tujuan Anda membaca sekadar untuk mendapat informasi atau hiburan. Tujuan mnembaca analitis terutama untuk mendapatkan pemahaman. Karena itu, Anda setidak-tidaknya harus cukup terampil membaca secara analitis agar mampu meningkatkan pemikiran dan status kurang memahami menjadi lebih memahami, dengan bantuan buku. Jika tidak, peningkatan ini nyaris mustahil.
Level membaca keempat dan tertinggi kami sebut Membaca Sintopikal. lnilah tipe membaca yang paling kompleks dan sistematis. Tuntutannya sangat berat meskipun materinya relatif mudah dan jelas.
Level ini bisa juga dinamakan membaca komparatif. Saat membaca secara sintopikal, kita membaca banyak buku, bukan hanya satu, dan kita menyandingkan topik buku-buku tersebut dan membandingkan mereka satu sama lain. Bukan itu saja, dengan bantuan teks-teks yang ia baca, pembaca sintopikal bisa melakukan analisis topik yang mungkin tidak dinyatakan secara eksplisit oleh buku apa pun di antara buku-buku yang dibacanya. Jelaslah, membaca sintopikal merupakan jenis aktivitas membaca yang paling aktif dan paling menguras energi.
Kami akan membahas level membaca ini pada Bagian Empat. Untuk saat ini cukup dikatakan bahwa membaca sintopikal bukan seni yang mudah, dan peraturannya pun belum banyak dikenal. Tetapi, di antara semua aktivitas membaca, ia mungkin yang paling berguna. Manfaatnya begitu besar, sehingga sepadan dengan kesulitan mempelajarinya.

LEVEL PERTAMA: MEMBACA DASAR
Saat ini, minat dan perhatian terhadap kegiatan membaca telah meningkat sangat pesat. Pemerintah Amerika teiah mendeklarasikan tahun 1970-an sebagai “dekade membaca.” Buku-buku terlaris member tahu kita mengapa Ayu bisa atau tidak bisa membaca. Riset dan eksperimen mengenai pengajaran membaca dasar terus meningkat.
Tiga tren atau perkembangan sejarah telah menghasilkan persenyawaan ini. Yang pertama, usaha berkelanjutan Pemerintah dalam mendidik semua warganya agar, paling tidak, menjadi melek huruf. Usaha ini, yang terus didukung oleh masyarakat hampir sejak berdirinya negara dan menjadi salahsatu batu penjuru kehidupan demokrasi, telah mendatangkan hasil yang luar biasa. Bangsa Amerika lebih awal daripada bangsa mana pun di dunia dalam mencapai tingkat melek huruf universal, dan hal ini membantu Amerika menjadi negara industri maju Tetapi muncul juga masalah besat Berdasarkan pengamatan bisa disimpulkan bahwa mengajari membaca sebagian kecil anak yang memiliki motivasi tinggi (kebanyakan mereka adalah anak dari orang tua yang terdidik seperti yang terjadi pada abad yang lalu) jauh berbeda dari mengajari membaca setiap anak, sekecil apa pun motivasinya atau tidak kondusif apa pun latar belakangnya.
Tren sejarah kedua adalah perkembangan pengajaran membaca itu sendiri. Sampai tahun 1870, pengajaran membaca hanya sedikit berubah dan pengajaran membaca di sekolah-sekolah Yunani dan Romawi kuno. Di Amenika, metoda ABC mendominasi hampir sepanjang abad ke-19. Anak-anak diajari mengucapkan huruf satu per satu—sesuai nama metoda ini, lalu menggabungkan huruf-huruf menjadi suku kata. Pertama dua huruf, kemudian tiga dan empat, tidak jadi soal apakah suku kata yang dibentuk itu memiliki makna atau tidak. Suku kata seperti ab, ac, ad, ib, ic diberikan untuk penguasaan bahasa. Ketika anak-anak bisa menyebutkan sejumlah kombinasi tertentu, ia dikatakan telah menguasai bahasanya.
Metoda pengajaran sintetis ini mendapatkan banyak kritik pada pertengahan abad ke-19, dan dua altematif pun diajukan. Yang satu merupakan varian dari metoda sintetis, dikenal sebagai metoda fonik. Di sini kata dikenali berdasarkan bunyinya, bukan nama hurufnya. Sistem cetak yang canggih dikembangkan untuk menampilkan berbagai bunyi awal sebuah huruf, terutama huruf vokal. Jika Anda berusia lima puluh tahun atau lebih, Anda mungkin belajar membaca dengan menggunakan salah satu varian dari metoda fonik ini.
Pendekatan yang sepenuhnya berbeda, analitis bukannya sintetis, dimulai di Jerman dan diadvokasi oleh Horace Mann dan kawan-kawan pada tahun 1840-an. Pendekatan ini bertumpu pada pengenalan bentuk visual sebuah kata sebelum memperhatikan nama atau bunyi huruf. Metoda yang karenanya disebut metoda pandangan, ini kemudian diperluas hingga ke seluruh kalimat sebagai representasi unit-unit pemikiran. Setelah itu, barulah siswa belajar mengenali kata-kata pembentuknya, dan akhirnya, huruf-huruf pembentuk kata-kata tersebut. Metoda ini populer pada periode 1920-an, periode yang juga ditandai dengan pergeseran tekanan dari membaca bersuara ke membaca diam. Telah disadari bahwa bisa membaca bersuara tidak selalu berarti bisa membaca diam, dan instruksi membaca bersuara tidak selalu berfungsi jika tujuannya adalah membaca diam. Jadi, penekanan yang nyaris eksklusif pada membaca diam, yang cepat dan komprehensif, menjadi keunggulan periode 1920-an. Namun, kemudian, kemudian pendulum berayun kembali ke metoda fonik, yang memang belum sepenuhnya ditinggalkan.
Berbagai metoda pengajaran membaca dasar ini berhasil pada beberapa siswa, tapi tidak berhasil pada siswa yang lain. Dalam. dua atau tiga dekade terakhir, berbagai kegagalannyalah yang lebih menarik perhatian. Di sinilah tren sejarah ketiga mulai berperan. Di Amerika, mengkritik persekolahan merupakan hal yang wajar, selama lebih dari satu abad, para orang tua, ahli pendidikan, dan para guru sendiri telah menyerang dan mengkritik sistem persekolahan. Tidak ada aspek persekolahan lain yang menerima kritik lebih besar daripada pengajaran membaca. Buku-buku yang ada sekarang ini memiliki sejarah yang panjang, dan setiap inovasi menarik serta gerbong kecurigaan dan, rasa-rasanya, para pengamat tidak dapat dipuaskan.
Para kritikus bisa benar atau salah, tapi apa pun juga, masalah ini telah memiliki urgensi baru karena usaha berkelanjutan mendidik semua warga negara telah memasuki fase baru sebagai hasil dan terus bertumbuhnya populasi SMA dan perguruan tinggi. Saat ini, pria atau wanita muda yang tidak bisa membaca dengan baik akan terkendala untuk mewujudkan cita-citanya. Jika Ia tidak bersekolah, kekurangan itu menjadi masalah pribadinya, tapi jika Ia bersekolah atau kuliah, ketidak mampuan membaca itu menjadi masalah bagi para guru dan teman-temannya juga.
Karena itu, para peneliti saat ini terus bekerja keras, dan kerja keras mereka telah menghasilkan sejumlah pendekatan baru dalam  pengajaran membaca. Di antara pendekatan baru itu ada yang disebut pendekatan membaca ekletik, pendekatan membaca mdividu, pengalaman kebahasaan, berbagai pendekatan berdasarkan prinsip-prinsip linguistik, dan pendekatan yang didasari atas sejenis instruksi yang terprogram. Sebagai tambahan, media-media baru
Seperti Initial Teaching Alphabet (i.t.a.) telah digunakan, dan kadangkala berbagai pendekatan ini meliputi juga metoda baru. Metoda dan program lainnya adalah “metoda imersi total,” “metoda sekolah-bahasa-asing,” dan metoda yang disebut ”lihat-katakan,” pandang -katakan, “pandang-dan-katakan,” atau “metoda kata.” Berbagai eksperimen dilakukan dengan metoda dan pendekatan yang berbeda dan sebelumnya. Mungkin terlalu dini untuk mengatakan apakah metoda dan pendekatan ini adalah obat mujarab bagi semua penyakit membaca.

Tahap-tahap Belajar Membaca
Salah satu temuan penting dari riset-riset tersebut adalah analisis tahapan belajar membaca. Sekarang telah diakui secara luas bahwa paling tidak ada empat tahap berbeda, dalam perkembangan anak menuju kemampuan membaca dewasa. Tahap pertama disebut “kesiapan membaca.” Tahap ini dimulai sejak lahir, dan biasanya berlanjut sampai sekitar usia 6 atau 7 tahun.
Kesiapan membaca meliputi berbagai kesiapan belajar. Kesiapan fisik termasuk penglihatan dan pendengaran yang baik. Kesiapan intelektual termasuk persepsi visual minimum, anak bisa menyerap dan mengingat kata-kata dan huruf-huruf pembentuk kata-kata tersebut. Kesiapan bahasa meliputi kemampuan berbicara dengan jelas dan menggunakan kalimat dalani urutan yang tepat. Kesiapan kepribadian meliputi kemampuan bekerja sama

dengan anak lain, berkonsentrasi, mengikuti arahan, dan Sebagainya.
Kesiapan membaca bisa diketahui melalui berbagai tes dan juga bisa diperidrakan oleh para guru yang sering kali sangat cakap dalam menilaikapan seorang anak siap belajar membaca. Perlu diperhatikan bahwa upaya mempercepat biasanya justru merusak. Anak yang belum siap menjadi frustrasi jika dipaksa untuk belajar, dan perasaan mi mungkin akan terus terbawa ke jenjang pendidilcan selanjutnya, bahkan ke dalam kehidupan dewasanya. Mengajari anak membaca setelah usia 6 atau 7 tahun bukanlah hal yang buruk, di luar dan perasaan orang tua yang mungkin takut anaknya “terbelakang” atau tidak “bertumbuh seperti” teman-teman Sebayanya.

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon Saran dan Kritiknya

Sidebar One

Stats

Hidup adalah sebuah anugerah yang harus kita lewati bercumbu rayu dengan ribuan masalah

featured-content

Blogroll

Labels

Labels

Blogger templates

Blogger news

FansPage

Bantu Like Dong Sobat... ^_^
×

Hidup adalah sebuah anugerah yang harus kita lewati bercumbu rayu dengan ribuan masalah

Labels

Jumat, 20 Desember 2013

LeVeL Membaca Kreatif

LEVEL MEMBACA
 
ethemaky@yahoo.com

Pada bab 1, kita mencatat beberapa perbedaan penting yang akan berguna untuk pembahasan berikut. Tujuan orang membaca— entah hiburan, informasi atau pemahaman—menentukan cara Ia membaca. Efektivitas membacanya bergantung pada jumlah usaha yang ia kerahkan dan jumlah keterampilan yang ia kuasai. Secara umum, lebih banyak usaha lebih balk; paling tidak dalam membaca  buku-buku yang pada awalnya melampaui pemahaman kita sebagai pembaca dan, karenanya mampu mengangkat kita dari kurang memahami menjadi lebih memahami. Akhirnya, pembedaan instruktif dan observatif (atau penemuan dengan dibantu dan tanpa dibantu) itu penting karena kebanyakan dan kita sering kali hams membaca tanpa bantuan siapa pun. Membaca, seperti penemuan tanpa dibantu, adalah belajar dari guru yang tidak hadir. Kita hanya bisa melakukannya jika kita tahu caranya.
Walaupun perbedaan di atas itu penting, ia tidak sepenting poin-poin dalam bab ini, yang berhubungan dengan level membaca. Perbedaan antarlevel ini harus dipahami agar peningkatan keterampilan membaca secara efektif bisa terjadi.
Ada empat level membaca. Mereka disebut level, bukan jenis, karena jénis yang satu berbeda secara esensial dengan jenis yang lain, sementara ciri-ciri level adalah yang lebih tinggi mencakup yang lebih rendah. Begitu juga dengan level membaca, mereka kumulatif Level pertama tidak hilang dalam yang kedua, yang kedua dalam yang ketiga, yang ketiga dalam yang keempat. Nyatanya, level membaca keempat, yang tertinggi, mencakup semua level lainnya. Ia melampaui mereka.
Level membaca pertama kami sebut Membaca Dasar; bisa disebut dengan nama lain seperti Membaca Permulaan, Membaca Pertama atau Membaca Awal. Istilah-istilah tersebut menunjukkan bahwa orang yang menguasai level ini, paling tidak, telah meningkat dari buta huruf menjadi bisa membaca. Dalam proses menguasai level ini, seseorang mempelajari dasar-dasar seni membaca, menerima pelatihan membaca awal, dan mendapatkan berbagai keterampilan membaca awal. Kami lebih memilih istilah Membaca Dasar karena level ini biasanya dipelajari di SD.
Seorang anak pertama kali mengenal aktivitas membaca pada level ini. Masalah yang ia hadapi: bagaimana mengenali kata demi kata. Anak itu melihat sekumpulan simbol hitam di atas sehelai kertas putih. Simbol-simbol itu berbunyi “Kucing duduk di atas topi.” Siswa kelas 1 SD tidak peduli apakah kucing memang biasanya duduk di atas topi, atau apa implikasi kalimat itu terhadap kucing, topi, dan kehidupan. Ia hanya memerhatikan bahasa yang disajikan oleh penulis.
Pada level membaca ini, pertanyaan yang diajukan pembaca: “Apakah yang disampaikan oleh kalimat itu?” Tentunya, pertanyaan ini bisa dimaknai sebagai pertanyaan yang kompleks dan sulit. Tetapi maksud kami di sini adalah dalam arti yang paling sederhana.
Keterampilan membaca dasar tentu telah dikuasai oleh semua pembaca buku ini. Meskipun demikian, kita masih terus mengalami kesulitan membaca level ini, seberapa pun terampilnya kita sebagai pembaca. Misalnya, pada saat kita membaca buku yang  ditulis dalam bahasa asing yang tidak kita kuasai dengan baik. Dalam situasi ini, usaha pertama kita adalah mengidentifikasi kata-kata yang tampak. Hanya setelah kita mengenali kata-kata itu satu per satu kita bisa mulai berusaha memahami kalimat tersebut, berupaya mengerti apa maksudnya.
Bahkan ketika membaca materi yang ditulis dalam bahasa ibunya, banyak pembaca yang masih saja mengalami berbagai kesulitan pada level ini. Sebagian besar kesulitan ini bersifat mekanis, dan beberapa di antaranya bisa ditelusuri ke dalam awal pengajaran membaca. Mengatasi berbagai kesulitan ini biasanya membuat kita bisa membaca lebih cepat. Karena itu kebanyakan kursus membaca cepat berkonsentrasi pada level ini. Banyak yang akan kami sampaikan tentang membaca dasar pada bab berikut, dan pada Bab 4, kami akan membahas tentang membaca cepat.
Level membaca kedua kami sebut Membaca Inspeksional. Level ini memberi tekanan khusus pada waktu. Saat membaca pada level ini, pembaca dibatasi waktunya dalam menyelesaikan sejumlah bacaan yang ditugaskan. Misalnya, Ia diberi waktu 15 menit untuk membaca buku ini atau buku yang dua kali lebih tebal.
Dengan kata lain, level Membaca Inspeksional bertujuan menemukan yang terbaik dari sebuah buku dalam waktu terbatas, biasanya relatif singkat, bahkan selalu teramat singkat, untuk menemukan semua yang tersaji dalam buku itu.
Nama lain level ini adalah skiming atau pramembaca. Tetapi maksud kami bukanlah memeriksa buku secara acak atau ala kadarnya. Membaca Inspeksional adalah seni skiming secara sistematis.
Tujuan Anda saat membaca pada level ini adalah memeriksa permukaan buku, membaca semua hal yang bisa dipelajari dari permukaan itu saja. Tindakan ini biasanya bermanfaat.
Jika pertanyaan yang diajukan pada level pertama adalah “Apa yang disampaikan kalimat itu?”, pertanyaan yang biasanya diajukan  pada level ini ialah “Apa perihal buku itu?” Pertanyaan ini sederhana. Pertanyaan lain yang sejenis adalah “Bagaimanakah struktur buku itu?” atau “Apa sajakah bagian-bagiannya?
Setelah membaca buku secara inspeksional, sesingkat apa pun waktunya, Anda harus bisa menjawab pertanyaan, “Apa jenis buku itu, novel, sejarah, karya ilmiah?”
Bab 4 dipilih untuk menjelaskan level ini sehingga kami Sekarang tidak akan membahasnya lebih jauh. Namun kami mau menegaskan bahwa kebanyakan orang, bahkan banyak pembaca yang baik, tidak menyadari manfaat membaca inspeksional. Mereka mulai membaca sebuah buku dari halaman pertama sampai ke halaman terakhir tanpa membaca daftar isinya. Karena itu, mereka menghadapi tugas mengetahui buku secara sekilas sekaligus memahaminya. Cara ini menyulitkan.
Level membaca ketiga kami sebut Membaca Analitis. Aktivitas dalam level ini lebih kompleks dan sistematis daripada dua level sebelumnya. Bergantung pada tingkat kesulitan teks yang akan dibaca jenis membaca ini mengajukan tuntutan yang relatif berat kepada pembaca.
Membaca analitis berarti membaca menyeluruh, membaca lengkap, atau membaca dengan baik, kegiatan membaca terbaik yang bisa Anda lakukan. Jika membaca inspeksional adalah kegiatan membaca terbaik dan terlengkap dalam waktu terbatas, membaca analitis adalah kegiatan membaca terbaik dan terlengkap tanpa batas waktu.
Pembaca analitis harus mengajukan banyak pertanyaan teratur tentang apa yang ia baca. Kami tidakingin menyajikan pertanyaan-pertanyaan itu sekarang karena buku ini terutama membahas tentang membaca pada level ketiga: Bagian Dua menjelaskan peraturan dan caranya. Perlu kami tekankan bahwa membaca analitis selalu sangat aktif Pada level ini, pembaca menggarap sebuah buku sampai buku tersebut menjadi miliknya. Francis Bacon berujar, “Sejumlah buku hanya perlu dicicipi, yang lain perlu ditelan, dan sedikit lainnya harus dikunyah dan dicerna.” Membaca secara analitis berarti mengunyah dan mencerna.
Kami tekankan juga bahwa membaca analitis tidak diperlukan jika tujuan Anda membaca sekadar untuk mendapat informasi atau hiburan. Tujuan mnembaca analitis terutama untuk mendapatkan pemahaman. Karena itu, Anda setidak-tidaknya harus cukup terampil membaca secara analitis agar mampu meningkatkan pemikiran dan status kurang memahami menjadi lebih memahami, dengan bantuan buku. Jika tidak, peningkatan ini nyaris mustahil.
Level membaca keempat dan tertinggi kami sebut Membaca Sintopikal. lnilah tipe membaca yang paling kompleks dan sistematis. Tuntutannya sangat berat meskipun materinya relatif mudah dan jelas.
Level ini bisa juga dinamakan membaca komparatif. Saat membaca secara sintopikal, kita membaca banyak buku, bukan hanya satu, dan kita menyandingkan topik buku-buku tersebut dan membandingkan mereka satu sama lain. Bukan itu saja, dengan bantuan teks-teks yang ia baca, pembaca sintopikal bisa melakukan analisis topik yang mungkin tidak dinyatakan secara eksplisit oleh buku apa pun di antara buku-buku yang dibacanya. Jelaslah, membaca sintopikal merupakan jenis aktivitas membaca yang paling aktif dan paling menguras energi.
Kami akan membahas level membaca ini pada Bagian Empat. Untuk saat ini cukup dikatakan bahwa membaca sintopikal bukan seni yang mudah, dan peraturannya pun belum banyak dikenal. Tetapi, di antara semua aktivitas membaca, ia mungkin yang paling berguna. Manfaatnya begitu besar, sehingga sepadan dengan kesulitan mempelajarinya.

LEVEL PERTAMA: MEMBACA DASAR
Saat ini, minat dan perhatian terhadap kegiatan membaca telah meningkat sangat pesat. Pemerintah Amerika teiah mendeklarasikan tahun 1970-an sebagai “dekade membaca.” Buku-buku terlaris member tahu kita mengapa Ayu bisa atau tidak bisa membaca. Riset dan eksperimen mengenai pengajaran membaca dasar terus meningkat.
Tiga tren atau perkembangan sejarah telah menghasilkan persenyawaan ini. Yang pertama, usaha berkelanjutan Pemerintah dalam mendidik semua warganya agar, paling tidak, menjadi melek huruf. Usaha ini, yang terus didukung oleh masyarakat hampir sejak berdirinya negara dan menjadi salahsatu batu penjuru kehidupan demokrasi, telah mendatangkan hasil yang luar biasa. Bangsa Amerika lebih awal daripada bangsa mana pun di dunia dalam mencapai tingkat melek huruf universal, dan hal ini membantu Amerika menjadi negara industri maju Tetapi muncul juga masalah besat Berdasarkan pengamatan bisa disimpulkan bahwa mengajari membaca sebagian kecil anak yang memiliki motivasi tinggi (kebanyakan mereka adalah anak dari orang tua yang terdidik seperti yang terjadi pada abad yang lalu) jauh berbeda dari mengajari membaca setiap anak, sekecil apa pun motivasinya atau tidak kondusif apa pun latar belakangnya.
Tren sejarah kedua adalah perkembangan pengajaran membaca itu sendiri. Sampai tahun 1870, pengajaran membaca hanya sedikit berubah dan pengajaran membaca di sekolah-sekolah Yunani dan Romawi kuno. Di Amenika, metoda ABC mendominasi hampir sepanjang abad ke-19. Anak-anak diajari mengucapkan huruf satu per satu—sesuai nama metoda ini, lalu menggabungkan huruf-huruf menjadi suku kata. Pertama dua huruf, kemudian tiga dan empat, tidak jadi soal apakah suku kata yang dibentuk itu memiliki makna atau tidak. Suku kata seperti ab, ac, ad, ib, ic diberikan untuk penguasaan bahasa. Ketika anak-anak bisa menyebutkan sejumlah kombinasi tertentu, ia dikatakan telah menguasai bahasanya.
Metoda pengajaran sintetis ini mendapatkan banyak kritik pada pertengahan abad ke-19, dan dua altematif pun diajukan. Yang satu merupakan varian dari metoda sintetis, dikenal sebagai metoda fonik. Di sini kata dikenali berdasarkan bunyinya, bukan nama hurufnya. Sistem cetak yang canggih dikembangkan untuk menampilkan berbagai bunyi awal sebuah huruf, terutama huruf vokal. Jika Anda berusia lima puluh tahun atau lebih, Anda mungkin belajar membaca dengan menggunakan salah satu varian dari metoda fonik ini.
Pendekatan yang sepenuhnya berbeda, analitis bukannya sintetis, dimulai di Jerman dan diadvokasi oleh Horace Mann dan kawan-kawan pada tahun 1840-an. Pendekatan ini bertumpu pada pengenalan bentuk visual sebuah kata sebelum memperhatikan nama atau bunyi huruf. Metoda yang karenanya disebut metoda pandangan, ini kemudian diperluas hingga ke seluruh kalimat sebagai representasi unit-unit pemikiran. Setelah itu, barulah siswa belajar mengenali kata-kata pembentuknya, dan akhirnya, huruf-huruf pembentuk kata-kata tersebut. Metoda ini populer pada periode 1920-an, periode yang juga ditandai dengan pergeseran tekanan dari membaca bersuara ke membaca diam. Telah disadari bahwa bisa membaca bersuara tidak selalu berarti bisa membaca diam, dan instruksi membaca bersuara tidak selalu berfungsi jika tujuannya adalah membaca diam. Jadi, penekanan yang nyaris eksklusif pada membaca diam, yang cepat dan komprehensif, menjadi keunggulan periode 1920-an. Namun, kemudian, kemudian pendulum berayun kembali ke metoda fonik, yang memang belum sepenuhnya ditinggalkan.
Berbagai metoda pengajaran membaca dasar ini berhasil pada beberapa siswa, tapi tidak berhasil pada siswa yang lain. Dalam. dua atau tiga dekade terakhir, berbagai kegagalannyalah yang lebih menarik perhatian. Di sinilah tren sejarah ketiga mulai berperan. Di Amerika, mengkritik persekolahan merupakan hal yang wajar, selama lebih dari satu abad, para orang tua, ahli pendidikan, dan para guru sendiri telah menyerang dan mengkritik sistem persekolahan. Tidak ada aspek persekolahan lain yang menerima kritik lebih besar daripada pengajaran membaca. Buku-buku yang ada sekarang ini memiliki sejarah yang panjang, dan setiap inovasi menarik serta gerbong kecurigaan dan, rasa-rasanya, para pengamat tidak dapat dipuaskan.
Para kritikus bisa benar atau salah, tapi apa pun juga, masalah ini telah memiliki urgensi baru karena usaha berkelanjutan mendidik semua warga negara telah memasuki fase baru sebagai hasil dan terus bertumbuhnya populasi SMA dan perguruan tinggi. Saat ini, pria atau wanita muda yang tidak bisa membaca dengan baik akan terkendala untuk mewujudkan cita-citanya. Jika Ia tidak bersekolah, kekurangan itu menjadi masalah pribadinya, tapi jika Ia bersekolah atau kuliah, ketidak mampuan membaca itu menjadi masalah bagi para guru dan teman-temannya juga.
Karena itu, para peneliti saat ini terus bekerja keras, dan kerja keras mereka telah menghasilkan sejumlah pendekatan baru dalam  pengajaran membaca. Di antara pendekatan baru itu ada yang disebut pendekatan membaca ekletik, pendekatan membaca mdividu, pengalaman kebahasaan, berbagai pendekatan berdasarkan prinsip-prinsip linguistik, dan pendekatan yang didasari atas sejenis instruksi yang terprogram. Sebagai tambahan, media-media baru
Seperti Initial Teaching Alphabet (i.t.a.) telah digunakan, dan kadangkala berbagai pendekatan ini meliputi juga metoda baru. Metoda dan program lainnya adalah “metoda imersi total,” “metoda sekolah-bahasa-asing,” dan metoda yang disebut ”lihat-katakan,” pandang -katakan, “pandang-dan-katakan,” atau “metoda kata.” Berbagai eksperimen dilakukan dengan metoda dan pendekatan yang berbeda dan sebelumnya. Mungkin terlalu dini untuk mengatakan apakah metoda dan pendekatan ini adalah obat mujarab bagi semua penyakit membaca.

Tahap-tahap Belajar Membaca
Salah satu temuan penting dari riset-riset tersebut adalah analisis tahapan belajar membaca. Sekarang telah diakui secara luas bahwa paling tidak ada empat tahap berbeda, dalam perkembangan anak menuju kemampuan membaca dewasa. Tahap pertama disebut “kesiapan membaca.” Tahap ini dimulai sejak lahir, dan biasanya berlanjut sampai sekitar usia 6 atau 7 tahun.
Kesiapan membaca meliputi berbagai kesiapan belajar. Kesiapan fisik termasuk penglihatan dan pendengaran yang baik. Kesiapan intelektual termasuk persepsi visual minimum, anak bisa menyerap dan mengingat kata-kata dan huruf-huruf pembentuk kata-kata tersebut. Kesiapan bahasa meliputi kemampuan berbicara dengan jelas dan menggunakan kalimat dalani urutan yang tepat. Kesiapan kepribadian meliputi kemampuan bekerja sama

dengan anak lain, berkonsentrasi, mengikuti arahan, dan Sebagainya.
Kesiapan membaca bisa diketahui melalui berbagai tes dan juga bisa diperidrakan oleh para guru yang sering kali sangat cakap dalam menilaikapan seorang anak siap belajar membaca. Perlu diperhatikan bahwa upaya mempercepat biasanya justru merusak. Anak yang belum siap menjadi frustrasi jika dipaksa untuk belajar, dan perasaan mi mungkin akan terus terbawa ke jenjang pendidilcan selanjutnya, bahkan ke dalam kehidupan dewasanya. Mengajari anak membaca setelah usia 6 atau 7 tahun bukanlah hal yang buruk, di luar dan perasaan orang tua yang mungkin takut anaknya “terbelakang” atau tidak “bertumbuh seperti” teman-teman Sebayanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon Saran dan Kritiknya

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Terjamah

Categories

Popular Posts

About Me

Followers

Blog Archive

Popular Posts

Twitter Q

IKLAN


Kode Iklan Anda Disini

alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar