LEVEL MEMBACA
ethemaky@yahoo.com
Pada bab 1, kita
mencatat beberapa perbedaan penting yang akan berguna untuk pembahasan berikut.
Tujuan orang membaca— entah hiburan, informasi atau pemahaman—menentukan cara
Ia membaca. Efektivitas membacanya bergantung pada jumlah usaha yang ia kerahkan
dan jumlah keterampilan yang ia kuasai. Secara umum, lebih banyak usaha lebih
balk; paling tidak dalam membaca buku-buku
yang pada awalnya melampaui pemahaman kita sebagai pembaca dan, karenanya mampu
mengangkat kita dari kurang memahami
menjadi lebih memahami. Akhirnya, pembedaan instruktif dan observatif (atau penemuan
dengan dibantu dan tanpa dibantu) itu penting karena kebanyakan dan kita sering
kali hams membaca tanpa bantuan siapa pun. Membaca, seperti penemuan tanpa
dibantu, adalah belajar dari
guru yang tidak hadir. Kita
hanya bisa melakukannya jika
kita tahu caranya.
Walaupun perbedaan
di atas itu penting, ia tidak sepenting poin-poin dalam bab ini, yang berhubungan dengan level membaca.
Perbedaan antarlevel ini harus dipahami agar peningkatan keterampilan membaca secara
efektif bisa terjadi.
Ada empat level
membaca. Mereka disebut level, bukan jenis, karena jénis yang satu berbeda secara esensial dengan jenis yang lain, sementara ciri-ciri level adalah yang lebih tinggi mencakup
yang lebih rendah. Begitu juga dengan level membaca, mereka kumulatif Level
pertama tidak hilang dalam yang kedua, yang kedua dalam yang ketiga, yang
ketiga dalam yang keempat. Nyatanya, level membaca keempat, yang tertinggi,
mencakup semua level lainnya. Ia melampaui mereka.
Level membaca pertama kami sebut Membaca Dasar; bisa
disebut dengan nama lain seperti Membaca Permulaan, Membaca Pertama atau
Membaca Awal. Istilah-istilah tersebut menunjukkan bahwa orang yang menguasai
level ini, paling tidak, telah meningkat dari buta huruf menjadi bisa membaca.
Dalam proses menguasai level ini, seseorang mempelajari dasar-dasar seni
membaca, menerima pelatihan membaca awal, dan mendapatkan berbagai keterampilan
membaca awal. Kami lebih memilih istilah Membaca Dasar karena level ini biasanya
dipelajari di SD.
Seorang anak
pertama kali mengenal aktivitas membaca pada level ini. Masalah yang ia hadapi: bagaimana mengenali
kata demi kata. Anak itu melihat sekumpulan simbol hitam di atas sehelai kertas putih. Simbol-simbol itu berbunyi “Kucing
duduk di atas topi.” Siswa kelas 1 SD tidak peduli apakah kucing memang
biasanya duduk di atas topi, atau apa implikasi kalimat itu terhadap kucing,
topi, dan kehidupan. Ia hanya memerhatikan bahasa yang disajikan oleh penulis.
Pada level membaca
ini, pertanyaan yang diajukan pembaca: “Apakah yang disampaikan oleh kalimat
itu?” Tentunya, pertanyaan ini bisa dimaknai sebagai pertanyaan yang kompleks dan sulit. Tetapi maksud kami di sini adalah dalam
arti yang paling sederhana.
Keterampilan
membaca dasar tentu telah dikuasai oleh semua pembaca buku ini. Meskipun demikian, kita masih terus mengalami
kesulitan membaca level ini,
seberapa pun terampilnya kita sebagai pembaca. Misalnya, pada saat kita membaca buku yang ditulis dalam bahasa asing yang tidak kita kuasai dengan baik. Dalam situasi ini, usaha pertama kita adalah mengidentifikasi kata-kata yang tampak. Hanya setelah kita
mengenali kata-kata itu satu per satu kita bisa mulai
berusaha memahami kalimat tersebut,
berupaya mengerti apa maksudnya.
Bahkan ketika
membaca materi yang ditulis
dalam bahasa ibunya, banyak pembaca yang masih saja mengalami berbagai
kesulitan pada level ini.
Sebagian besar kesulitan ini
bersifat mekanis, dan beberapa di antaranya bisa ditelusuri ke dalam awal
pengajaran membaca. Mengatasi berbagai kesulitan ini biasanya membuat kita bisa membaca lebih cepat. Karena itu kebanyakan kursus membaca cepat berkonsentrasi
pada level ini. Banyak yang
akan kami sampaikan tentang membaca dasar pada bab berikut, dan pada Bab 4,
kami akan membahas tentang membaca cepat.
Level membaca
kedua kami sebut Membaca
Inspeksional. Level ini memberi tekanan khusus pada waktu. Saat membaca pada level ini, pembaca dibatasi waktunya dalam
menyelesaikan sejumlah bacaan yang ditugaskan. Misalnya, Ia diberi waktu 15 menit untuk membaca buku ini atau buku yang dua kali lebih tebal.
Dengan kata lain,
level Membaca Inspeksional bertujuan menemukan yang terbaik dari sebuah buku
dalam waktu terbatas, biasanya relatif singkat, bahkan selalu teramat singkat,
untuk menemukan semua yang tersaji dalam buku itu.
Nama lain level ini
adalah skiming atau pramembaca.
Tetapi maksud kami bukanlah memeriksa buku secara acak atau ala kadarnya.
Membaca Inspeksional adalah seni skiming secara sistematis.
Tujuan Anda saat
membaca pada level ini adalah memeriksa permukaan buku, membaca semua hal yang bisa
dipelajari dari permukaan itu
saja. Tindakan ini biasanya bermanfaat.
Jika pertanyaan
yang diajukan pada level pertama adalah “Apa yang disampaikan kalimat itu?”,
pertanyaan yang biasanya diajukan pada
level ini ialah “Apa perihal buku itu?” Pertanyaan ini sederhana. Pertanyaan lain yang sejenis adalah
“Bagaimanakah struktur buku
itu?” atau “Apa sajakah bagian-bagiannya?
Setelah membaca
buku secara inspeksional, sesingkat apa pun waktunya, Anda harus bisa menjawab
pertanyaan, “Apa jenis buku itu, novel, sejarah, karya ilmiah?”
Bab 4 dipilih untuk menjelaskan level ini sehingga kami Sekarang tidak akan membahasnya lebih jauh. Namun kami mau menegaskan bahwa kebanyakan
orang, bahkan banyak pembaca
yang baik, tidak menyadari
manfaat membaca inspeksional. Mereka mulai membaca sebuah buku
dari halaman pertama sampai ke halaman terakhir tanpa membaca
daftar isinya. Karena itu, mereka menghadapi tugas mengetahui buku secara
sekilas sekaligus
memahaminya. Cara ini menyulitkan.
Level membaca
ketiga kami sebut Membaca Analitis. Aktivitas dalam level ini lebih kompleks dan sistematis daripada dua level sebelumnya. Bergantung
pada tingkat kesulitan teks yang akan dibaca jenis membaca ini mengajukan tuntutan yang relatif berat
kepada pembaca.
Membaca analitis
berarti membaca menyeluruh, membaca lengkap, atau membaca dengan baik, kegiatan membaca terbaik yang bisa Anda
lakukan. Jika membaca inspeksional adalah kegiatan membaca terbaik dan terlengkap dalam waktu terbatas, membaca
analitis adalah kegiatan membaca terbaik dan terlengkap tanpa batas waktu.
Pembaca analitis harus mengajukan banyak pertanyaan teratur tentang apa yang ia baca. Kami
tidakingin menyajikan pertanyaan-pertanyaan itu sekarang karena buku ini terutama membahas tentang membaca pada
level ketiga: Bagian Dua
menjelaskan peraturan dan caranya. Perlu kami tekankan bahwa membaca analitis
selalu sangat aktif Pada level ini, pembaca menggarap sebuah buku sampai buku tersebut menjadi miliknya. Francis Bacon berujar, “Sejumlah buku hanya perlu dicicipi, yang lain
perlu ditelan, dan sedikit lainnya harus dikunyah dan dicerna.” Membaca secara
analitis berarti mengunyah dan mencerna.
Kami tekankan juga
bahwa membaca analitis tidak diperlukan jika tujuan Anda membaca sekadar untuk
mendapat informasi atau hiburan. Tujuan mnembaca analitis terutama untuk
mendapatkan pemahaman. Karena itu, Anda setidak-tidaknya harus cukup terampil
membaca secara analitis agar mampu meningkatkan pemikiran dan status kurang
memahami menjadi lebih memahami, dengan bantuan buku. Jika tidak, peningkatan ini nyaris mustahil.
Level membaca
keempat dan tertinggi kami sebut Membaca Sintopikal. lnilah tipe membaca yang paling kompleks dan sistematis.
Tuntutannya sangat berat meskipun materinya relatif mudah dan jelas.
Level ini bisa juga dinamakan membaca komparatif. Saat membaca secara sintopikal, kita membaca
banyak buku, bukan hanya satu, dan kita menyandingkan topik buku-buku tersebut dan membandingkan
mereka satu sama lain. Bukan itu saja, dengan bantuan teks-teks yang ia baca,
pembaca sintopikal bisa melakukan analisis topik yang mungkin tidak dinyatakan
secara eksplisit oleh buku apa pun di antara buku-buku yang dibacanya.
Jelaslah, membaca sintopikal merupakan jenis aktivitas membaca yang paling
aktif dan paling menguras
energi.
Kami akan membahas
level membaca ini pada Bagian
Empat. Untuk saat ini cukup
dikatakan bahwa membaca sintopikal bukan seni yang mudah, dan peraturannya pun
belum banyak dikenal. Tetapi, di antara semua aktivitas membaca, ia mungkin yang paling berguna. Manfaatnya begitu besar,
sehingga sepadan dengan kesulitan mempelajarinya.
LEVEL PERTAMA: MEMBACA DASAR
Saat ini, minat dan perhatian terhadap kegiatan membaca telah
meningkat sangat pesat. Pemerintah Amerika teiah mendeklarasikan tahun 1970-an sebagai “dekade membaca.”
Buku-buku terlaris member tahu kita mengapa Ayu bisa atau tidak bisa
membaca. Riset dan eksperimen mengenai pengajaran membaca dasar terus meningkat.
Tiga tren atau
perkembangan sejarah telah menghasilkan persenyawaan ini. Yang pertama, usaha berkelanjutan Pemerintah
dalam mendidik semua warganya agar, paling tidak, menjadi melek huruf. Usaha ini, yang terus didukung oleh masyarakat
hampir sejak berdirinya negara dan menjadi salahsatu batu penjuru kehidupan
demokrasi, telah mendatangkan hasil yang luar biasa. Bangsa Amerika lebih awal
daripada bangsa mana pun di dunia dalam mencapai tingkat melek huruf universal,
dan hal ini membantu Amerika menjadi negara industri maju Tetapi muncul juga
masalah besat Berdasarkan pengamatan bisa disimpulkan bahwa mengajari membaca
sebagian kecil anak yang memiliki motivasi tinggi (kebanyakan mereka adalah
anak dari orang tua yang terdidik seperti yang terjadi pada abad yang lalu)
jauh berbeda dari mengajari membaca setiap anak, sekecil apa pun motivasinya
atau tidak kondusif apa pun latar belakangnya.
Tren sejarah kedua
adalah perkembangan pengajaran membaca itu sendiri. Sampai tahun 1870, pengajaran membaca hanya
sedikit berubah dan pengajaran
membaca di sekolah-sekolah Yunani dan Romawi kuno. Di Amenika, metoda ABC
mendominasi hampir sepanjang abad ke-19. Anak-anak diajari mengucapkan huruf
satu per satu—sesuai nama metoda ini, lalu menggabungkan huruf-huruf menjadi
suku kata. Pertama dua huruf, kemudian tiga dan empat, tidak jadi soal apakah
suku kata yang dibentuk itu
memiliki makna atau tidak.
Suku kata seperti ab, ac, ad, ib, ic diberikan untuk penguasaan bahasa. Ketika anak-anak
bisa menyebutkan sejumlah kombinasi tertentu, ia dikatakan telah menguasai
bahasanya.
Metoda pengajaran
sintetis ini mendapatkan
banyak kritik pada pertengahan abad ke-19, dan dua altematif pun diajukan. Yang
satu merupakan varian dari metoda sintetis, dikenal sebagai metoda fonik. Di
sini kata dikenali berdasarkan bunyinya, bukan nama hurufnya. Sistem cetak yang
canggih dikembangkan untuk menampilkan berbagai bunyi awal sebuah huruf,
terutama huruf vokal. Jika Anda berusia lima puluh tahun atau lebih, Anda mungkin belajar membaca dengan menggunakan
salah satu varian dari metoda fonik ini.
Pendekatan yang
sepenuhnya berbeda, analitis bukannya sintetis, dimulai di Jerman dan
diadvokasi oleh Horace Mann
dan kawan-kawan pada tahun 1840-an. Pendekatan ini bertumpu pada pengenalan bentuk visual sebuah kata sebelum memperhatikan nama atau bunyi
huruf. Metoda yang karenanya disebut metoda
pandangan, ini kemudian
diperluas hingga ke seluruh kalimat sebagai representasi unit-unit pemikiran. Setelah itu, barulah siswa belajar mengenali kata-kata pembentuknya,
dan akhirnya, huruf-huruf
pembentuk kata-kata tersebut. Metoda ini populer pada periode 1920-an, periode yang juga ditandai dengan pergeseran tekanan dari membaca
bersuara ke membaca diam. Telah disadari
bahwa bisa membaca bersuara tidak selalu berarti bisa membaca diam, dan
instruksi membaca bersuara tidak selalu berfungsi jika tujuannya adalah membaca
diam. Jadi, penekanan yang nyaris eksklusif pada membaca diam, yang cepat dan
komprehensif, menjadi keunggulan periode 1920-an. Namun, kemudian, kemudian
pendulum berayun kembali ke metoda
fonik, yang memang belum sepenuhnya ditinggalkan.
Berbagai metoda
pengajaran membaca dasar ini
berhasil pada beberapa siswa, tapi tidak berhasil pada siswa yang lain. Dalam.
dua atau tiga dekade terakhir,
berbagai kegagalannyalah yang lebih menarik perhatian. Di sinilah tren sejarah
ketiga mulai berperan. Di Amerika, mengkritik persekolahan merupakan hal yang
wajar, selama lebih dari satu abad, para orang tua, ahli pendidikan, dan para
guru sendiri telah menyerang dan mengkritik sistem persekolahan. Tidak ada
aspek persekolahan lain yang menerima kritik lebih besar daripada pengajaran
membaca. Buku-buku yang ada sekarang ini memiliki sejarah yang panjang, dan
setiap inovasi menarik serta gerbong kecurigaan dan, rasa-rasanya, para
pengamat tidak dapat dipuaskan.
Para kritikus bisa
benar atau salah, tapi apa pun juga, masalah ini telah memiliki urgensi baru
karena usaha berkelanjutan mendidik semua warga negara telah memasuki fase baru
sebagai hasil dan terus bertumbuhnya populasi SMA dan perguruan tinggi. Saat ini, pria atau wanita muda yang tidak bisa
membaca dengan baik akan
terkendala untuk mewujudkan cita-citanya. Jika Ia tidak bersekolah, kekurangan
itu menjadi masalah pribadinya, tapi jika Ia bersekolah atau kuliah, ketidak
mampuan membaca itu menjadi masalah bagi para guru dan teman-temannya juga.
Karena itu, para
peneliti saat ini terus
bekerja keras, dan kerja keras mereka telah menghasilkan sejumlah pendekatan baru dalam pengajaran
membaca. Di antara pendekatan baru itu ada yang disebut pendekatan membaca ekletik, pendekatan membaca mdividu, pengalaman kebahasaan, berbagai pendekatan
berdasarkan prinsip-prinsip linguistik, dan pendekatan yang didasari atas
sejenis instruksi yang
terprogram. Sebagai tambahan, media-media baru
Seperti Initial Teaching Alphabet (i.t.a.) telah digunakan, dan kadangkala berbagai pendekatan ini meliputi juga metoda baru. Metoda dan
program lainnya adalah “metoda imersi total,” “metoda sekolah-bahasa-asing,” dan metoda yang disebut ”lihat-katakan,” “pandang -katakan,
“pandang-dan-katakan,” atau “metoda kata.” Berbagai eksperimen dilakukan dengan
metoda dan pendekatan yang berbeda dan sebelumnya. Mungkin terlalu dini untuk mengatakan apakah metoda dan pendekatan ini adalah obat mujarab bagi semua penyakit
membaca.
Tahap-tahap Belajar Membaca
Salah satu temuan penting dari riset-riset tersebut adalah analisis tahapan belajar membaca.
Sekarang telah diakui secara luas bahwa paling tidak ada empat tahap berbeda,
dalam perkembangan anak menuju kemampuan membaca dewasa. Tahap pertama disebut
“kesiapan membaca.” Tahap ini dimulai sejak lahir, dan biasanya
berlanjut sampai sekitar usia 6 atau 7 tahun.
Kesiapan membaca
meliputi berbagai kesiapan belajar. Kesiapan fisik termasuk penglihatan dan pendengaran yang baik. Kesiapan
intelektual termasuk persepsi visual minimum, anak bisa menyerap dan mengingat kata-kata dan huruf-huruf
pembentuk kata-kata tersebut. Kesiapan bahasa meliputi kemampuan berbicara
dengan jelas dan menggunakan kalimat dalani urutan yang tepat. Kesiapan
kepribadian meliputi kemampuan bekerja sama
dengan anak lain, berkonsentrasi, mengikuti arahan, dan
Sebagainya.
Kesiapan membaca bisa diketahui melalui berbagai tes dan juga
bisa diperidrakan oleh para guru yang sering kali sangat cakap dalam
menilaikapan seorang anak siap belajar membaca. Perlu diperhatikan bahwa upaya
mempercepat biasanya justru merusak. Anak yang belum siap menjadi frustrasi
jika dipaksa untuk belajar, dan perasaan mi mungkin akan terus terbawa ke
jenjang pendidilcan selanjutnya, bahkan ke dalam kehidupan dewasanya. Mengajari
anak membaca setelah usia 6 atau 7 tahun bukanlah hal yang buruk, di luar dan
perasaan orang tua yang mungkin takut anaknya “terbelakang” atau tidak
“bertumbuh seperti” teman-teman Sebayanya.
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon Saran dan Kritiknya