Mimpi
Banyuwangi Memenangkan Persaingan di Era Ekonomi Kreatif
Pelabuhan
Ketapang
Pelabuhan
Ketapang Banyuwangi, sumber foto dari sini
Persaingan
antar daerah di Tanah Air dalam beberapa tahun terakhir semakin sengit,
terutama jika dikaitkan dengan tren ekonomi kreatif saat ini. Setiap daerah
berlomba-lomba mendongkrak dan mempromosikan segenap potensinya untuk menarik
perhatian masyarakat dan dunia usaha. Dengan begitu, diharapkan perekonomian
daerah akan terkerek sehingga kemajuan masyarakat dan daerah bisa turut
terakselerasi.
Salah satu
daerah yang begitu gencar mengoptimalkan dan mempromosikan segenap potensinya
untuk merebut posisi sebagai yang terdepan di era ekonomi kreatif saat ini
adalah Kabupaten Banyuwangi. Sebuah kabupaten di penghujung timur Pulau Jawa
yang mendapat julukan sunrise of Java. Daerah yang juga mendapat julukan
Mutiara dari Timur ini nampaknya memang semakin berkilau saja. Sejumlah program
yang dilakukan dan pencapaian yang mampu diraihnya dalam beberapa waktu
terakhir acapkali menjadi berita utama sejumlah media.
Ya,
Banyuwangi nampaknya tak hanya sedang membangun mimpi-mimpinya seindah mungkin,
namun juga sekaligus menapaki tangga impiannya dengan sejumlah langkah nyata
dan strategi yang jitu untuk mewujudkan mimpinya sebagai pusat ekonomi baru di
timur Pulau Jawa. Dan Banyuwangi memang memiliki modal dan potensi besar untuk
meraih mimpi ini.
Banyuwangi
memiliki sejumlah keunggulan strategis yang sifatnya anugerah (given), seperti
sumber daya alam yang besar baik di sektor pertambangan, pertanian, perikanan
dan peternakan juga perkebunan. Jumlah penduduknya banyak (urutan keempat di
Jawa Timur), begitu pula wilayahnya yang menempati urutan pertama sebagai
kabupaten terluas di Jawa Timur dengan luas wilayah 5.782,50 kilometer persegi.
Potensi pariwisata Banyuwangi juga sangat luar biasa yang tidak hanya ditunjang
oleh kondisi alam yang sangat cantik mempesona namun juga didukung oleh kondisi
sosial budaya masyarakatnya yang unik, yang meski multikultural namun masih
memiliki identitas lokal yang kuat. Sejumlah keberuntungan ini masih ditambah
lagi dengan letak geografisnya yang sangat strategis, yakni sebagai pintu masuk
ke Pulau Jawa dari arah timur Indonesia. Diapit oleh Provinsi Bali dan
Kabupaten Jember yang sangat dinamis membuat Banyuwangi berada dalam lingkungan
yang kondusif dan sangat kompetitif untuk terus membangun daerahnya sebaik
mungkin.
Selain
anugerah yang sifatnya given di atas, modal besar lain yang dimiliki Banyuwangi
adalah reformasi birokrasi yang berjalan cukup baik, munculnya kepemimpinan
muda yang inovatif, agresif dan visioner, masyarakat yang juga terus berproses
melalui sejumlah upaya nyata terutama melalui jalur pendidikan sehingga
kesadaran dan partisipasi mereka dalam proses pembangunan semakin besar.
Akumulasi dari sejumlah kondisi ini menghasilkan sebuah kekuatan besar yang
mendorong Banyuwangi terus bergerak maju. Tak mengherankan jika sejumlah
pencapaian mampu diraih dalam waktu yang terbilang cukup singkat.
Untuk
indikator ekonomi antara lain ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang terus
meningkat. Pada 2012 lalu, ekonomi Banyuwangi tumbuh sebesar 7,18 persen. Level
pertumbuhan ini berada di atas rata-rata pertumbuhan nasional yakni 6,2 persen.
Investasi di Banyuwangi juga semakin bergairah terutama untuk skala kecil dan
besar. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengeluarkan 1.335 izin usaha untuk
industri usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) pada tahun 2012 lalu. Dari angka
ini, nilai investasinya diperkirakan mencapai Rp 441 miliar, dari semula Rp 350
miliar pada tahun 2011. Dalam dua tahun terakhir juga terjadi peningkatan
jumlah penanaman modal yang cukup signifikan yakni penanaman modal dalam negeri
sekitar Rp 645 miliar dan modal asing senilai Rp 82 miliar.
Dinamika
ekonomi Banyuwangi juga diiringi dengan peningkatan kualitas kehidupan sosial
masyarakatnya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembangunan
Manusia atau IPM Banyuwangi pada tahun 2011 lalu telah mencapai angka 72,9.
Angka ini lebih tinggi dari IPM Jawa Timur yang sebesar 72,15. Indeks ini
ditopang antara lain oleh meningkatnya indeks pendidikan dan juga semakin
optimalnya pemanfaatan sarana teknologi informasi baik oleh pemerintah maupun
masyarakat di banyak sektor kehidupan.
Selain
sejumlah pencapaian di atas, sejumlah program juga tengah berlangsung dan
menunjukkan indikasi yang positif. Seperti pembangunan sarana transportasi yang
masif baik darat, laut maupun udara, juga penghidupan kembali sejumlah sektor
usaha strategis yang selama ini seolah mati suri atau kurang dioptimalkan.
Dengan berbagai kondisi ini, Banyuwangi berhasil meraih sejumlah pencapaian
yang cukup memukau. Seperti, menempati posisi ketiga sebagai daerah yang paling
diminati investor setelah Gresik dan Surabaya (data Badan Penanaman Modal Jawa
Timur), dan menduduki peringkat ke-11 dari daftar 50 kabupaten/kota terkaya
se-Indonesia tahun 2012 atau nomor dua terkaya di tingkat Jawa Timur setelah
Surabaya yang menduduki peringkat ke-2 kabupaten/kota terkaya versi Warta
Ekonomi.
Menerapkan
‘Resep Rahasia’ Florida
Potensi dan
upaya yang dilakukan Banyuwangi untuk meraih sejumlah pencapaian di atas
mengingatkan kita pada ‘rahasia’ yang dibeberkan oleh Richard Florida tentang
bagaimana cara menjadi pemenang di tengah persaingan ekonomi kreatif yang
semakin ketat saat ini. Menurut Florida dalam The Rise of Creative Class,
tempat-tempat dan kota-kota yang mampu menciptakan produk-produk baru yang
inovatif dan tercepat akan menjadi pemenang di era ekonomi kreatif. Untuk itu,
kota-kota, daerah dan provinsi harus lebih menumbuhkan ”iklim orang-orang”
daripada iklim bisnis, dan tidak cukup hanya mengandalkan insentif ekonomi bila
ingin menarik investasi masuk ke wilayah mereka. Lebih lanjut, Florida juga
menjelaskan tiga komponen utama yang dibutuhkan untuk memenangkan persaingan di
era ekonomi kreatif, yakni Talenta, Teknologi dan Toleransi atau yang juga dikenal dengan 3T.
Secara
sederhana, Talenta mengacu pada SDM-SDM yang mampu menciptakan ide atau gagasan
yang kreatif. Agar Talenta bisa berkembang optimal, diperlukan sikap toleran
dari masyarakat, yakni sikap terbuka dan penerimaan terhadap hal-hal baru yang
mungkin saja terkesan liar, gila dan tidak biasa. Kehadiran Teknologi menjadi
akselator untuk mempercepat, meningkatkan kualitas dan mempermudah kegiatan
bisnis dan sosial masyarakat. Ketiga komponen inilah yang nantinya akan menjadi
pilar utama bagi terbangunnya kawasan industri yang canggih dan mampu
memenangkan persaingan di era ekonomi kreatif. Sejumlah ‘resep rahasia’ dari
Florida ini nampaknya dilakukan dengan cukup baik oleh Banyuwangi.
Pertama,
dalam hal inovasi. Inovasi tidak berarti sesuatu yang benar-benar baru.
Modifikasi atau penonjolan sesuatu yang lebih khas bisa juga menimbulkan
sesuatu yang inovatif dan bernilai jual tinggi. Strategi ini antara lain
diterapkan oleh Banyuwangi dalam hal pagelaran festival dan carnival yang saat
ini sedang booming di Tanah Air. Melalui Banyuwangi Ethno Carnival atau BEC
yang mulai digelar sejak 2011 lalu, Banyuwangi mencoba menyandingkan dirinya
dengan sejumlah kota lain yang lebih dulu dan kontinyu menyelenggarakan acara
serupa, seperti Jember dengan Jember Fashion Carnival, Jakarta dengan Jakarta
Fashion & Food Festival, dan Solo dengan pagelaran Solo Batik Carnival-nya.
Berbeda dengan sejumlah karnaval di kota lain yang umumnya mengangkat isu-isu
global, BEC mengangkat tema yang lebih etnik. Selain itu, BEC juga dikemas
bersamaan dengan sejumlah acara lain sebagai satu kesatuan sehingga
menghasilkan sebuah even tahunan yang bisa dibilang spektakuler, seperti festival
batik, lomba balap sepeda internasional "Tour de Ijen", pagelaran
music Jazz dan juga festival kuliner. Pagelaran yang kompleks merupakan salah
satu cara Banyuwangi untuk mengukuhkan dirinya sebagai salah satu kota kreatif
di Indonesia.
Kedua,
membangun iklim investasi yang kondusif. Untuk mewujudkan ini, sejumlah upaya
yang dilakukan oleh Banyuwangi antara lain dengan mempermudah prosedur
perijinan investasi serta pembangunan infrastruktur yang mendukung secara masif
seperti pembangunan jalan raya, pelabuhan dan juga bandar udara. Posisi yang
strategis dan tersedianya infrastruktur pendukung serta sumber daya alam yang
sangat beragam dan melimpah membuat iklim investasi di Banyuwangi semakin
kondusif. Terkait dengan investasi, ada kebijakan unik dari pemerintah setempat
yang 'menutup pintu' bagi pengembangan mall. Tujuannya adalah untuk melindungi
sektor usaha mikro, kecil dan menengah serta mendorong masyarakat agar lebih
mencintai dan menggunakan produk-produk lokal.
Selanjutnya
yang ketiga, sebagaimana dikatakan oleh Florida bahwa tidak cukup hanya
mengandalkan insentif ekonomi bila ingin menarik investasi masuk ke wilayah
mereka, melainkan juga harus membangun ‘iklim orang-orang’, maka Banyuwangi
memberi perhatian yang sangat besar terhadap peningkatan kualitas sumber daya
manusia baik melalui sektor pendidikan maupun pengembangan sumber daya
masyarakat melalui penggunaan sarana teknologi informasi yang lebih optimal di
semua sektor kehidupan. Khusus untuk pendidikan, pemerintah Banyuwangi menggagas
Program Banyuwangi Cerdas yang salah satu programnya adalah pemberian beasiswa
bagi anak-anak kurang mampu dan berprestasi.
Sementara
itu, untuk mendongkrak pembelajaran sekaligus mengakselerasi ekonomi masyarakat
di era digital, Kabupaten Banyuwangi meluncurkan program Banyuwangi Digital
Society (B-DiSo) yang salah satu tujuannya utamanya adalah berusaha lebih
mendekatkan masyarakat Banyuwangi yang berada di ujung timur Pulau Jawa kepada
dunia luar sekaligus mendorong perekonomian dan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan yang lebih luas. Program ini juga ditujukan untuk mengoptimalkan
kinerja pemerintah dalam melayani masyarakat di banyak sektor. Sinergitas
antara masyarakat, pemerintah dan teknologi ini mengantarkan Banyuwangi meraih
sejumlah penghargaan bergengsi seperti terpilih sebagai The Pioneer of Digital
Society untuk kategori pemerintahan dalam ajang Indonesia "Digital Society
Award (IDSA) 2013. Ada empat kriteria penilaian yang digunakan dalam IDSA,
yakni perencanaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), upaya perwujudan
rencana TIK, tingkat penetrasi dan penggunaan internet, dan manfaat yang bisa
dinikmati dalam menggunakan internet. Penggunaan sarana teknologi informasi
khususnya internet secara lebih optimal akan mendorong masyarakat untuk
bersikap lebih terbuka terhadap berbagai hal dan ilmu baru. Kondisi inilah yang
disebut Florida sebagai bagian dari sikap toleran.
Penutup :
Meneropong Masa Depan Banyuwangi
Dengan
segenap potensi yang dimiliki dan sejumlah upaya yang telah dan terus
dilakukannya, memprediksi bagaimana masa depan Banyuwangi merupakan sebuah hal
yang sangat menarik. Prospek ini salah satunya bisa kita teropong dengan
menggunakan Teori Rostow tentang tahap-tahap pertumbuhan ekonomi, seperti
terlihat pada gambar berikut :
Gambar dari sini
Mengacu
pada poin-poin di atas, pembangunan Banyuwangi saat ini dan beberapa tahun
mendatang tidak benar-benar berada pada satu tahapan secara utuh. Melainkan
menunjukkan indikasi-indikasi transisi dari satu tahapan ke tahapan
selanjutnya. Di satu sisi, sejumlah indikator menunjukkan bahwa Banyuwangi saat
ini tengah berada pada tahap pra-kondisi tinggal landas seperti ditandai oleh
peningkatan semangat kemajuan dan keterbukaan dan urbanisasi yang juga terus
meningkat. Di sisi lain, sejumlah indikator juga menunjukkan bahwa Banyuwangi
juga mulai memasuki tahap lepas landas yang antara lain ditunjukkan oleh
meningkatnya jumlah kelas wirausaha dan investasi modal yang juga meningkat
yang cukup signifikan. Selain indikator terhadap dua tahapan (prakondisi lepas
landas dan tahap lepas landas), kepemimpinan muda di Banyuwangi saat ini bisa
membawa daerah ini untuk segera bersiap memasuki tahapan yang lebih tinggi yakni
tahap kematangan ekonomi.
Banyuwangi
memang sangat beruntung. Memiliki banyak modal besar yang sifatnya given, mampu
melihat dan memanfaatkan peluang, memiliki pemimpin muda yang visioner,
masyarakat yang kuat identitas lokalnya namun bersikap terbuka. Bila sejumlah
program dan inovasi yang dilakukan saat ini dapat terus dijaga
kesinambungannya, dan sejumlah kendala klasik yang dihadapi seperti jumlah
anggaran yang terbatas, jumlah pengangguran dan kemiskinan yang masih tinggi,
serta keterbatasan infrastruktur juga bisa dibenahi dan diantisipasi dengan
baik, bukan tidak mungkin tak lama lagi Banyuwangi juga akan segera memasuki
tahap akhir dari tahapan-tahapan yang disebutkan Rostow di atas. Dengan kata
lain Banyuwangi telah siap menjelma menjadi masyarakat yang benar-benar maju
dan menjadi pemenang di era ekonomi kreatif. Mari kita tunggu dan lihat….
0 komentar:
Posting Komentar
Mohon Saran dan Kritiknya