Rebo dalam bahasa Jawa adalah hari Rabu, sedangkan Wekasan adalah pungkasan atau terakhir, sehingga dinamai Rabo Wekasan dalam istilah Jawa. Sedangkan bulan Shafar adalah bulan kedua dalam penanggalan hijriyah Islam.
Masyarakat jahiliyah kuno, termasuk bangsa Arab, sering mengatakan bulan Shafar adalah bulan Tasa'um atau kesialan. Anggapan ini masih diyakini sebagian umat muslim hingga saat ini, termasuk sebagian bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Jawa. Berikut rangkuman merdeka.com soal Rebo Wekasan:
1. Rabu terakhir di bulan kesialan
Apa makna dari Rebo Wekasan itu? Salah satu
tokoh masyarakat di daerah Waru, Sidoarjo, Jawa Timur, H Umar Efendi
mengatakan, hanya golongan orang-orang sufi yang mengerti makna ini.
Mereka (kaum sufi) dan masyarakat Jawa kuno, kata dia, serta sebagian kaum muslimin meyakini setiap tahun akan turun 320.000 bala, musibah, ataupun bencana (dalam referensi lain 360.000 malapetaka dan 20.000 bahaya), dan itu akan terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar.
"Sehingga dalam upaya tolak balak itu, diadakanlah ritual-ritual tertentu di malam Rabo Wekasan. Di antara ritual tersebut adalah dengan mengerjakan salat empat rakaat, yang diistilahkan dengan salat sunnah lidafil bala yaitu salat sunnah untuk menolak balak," terang alumnus Pondok Pesantren Rejoso, Jombang tersebut.
Mereka (kaum sufi) dan masyarakat Jawa kuno, kata dia, serta sebagian kaum muslimin meyakini setiap tahun akan turun 320.000 bala, musibah, ataupun bencana (dalam referensi lain 360.000 malapetaka dan 20.000 bahaya), dan itu akan terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar.
"Sehingga dalam upaya tolak balak itu, diadakanlah ritual-ritual tertentu di malam Rabo Wekasan. Di antara ritual tersebut adalah dengan mengerjakan salat empat rakaat, yang diistilahkan dengan salat sunnah lidafil bala yaitu salat sunnah untuk menolak balak," terang alumnus Pondok Pesantren Rejoso, Jombang tersebut.
2. Kaum tua pilih ritual keagamaan
Aura mitos Rebo Wekasan ini sangat kuat bagi
sebagian masyarakat Jawa dan sebagian umat muslim, salah satu tokoh
masyarakat di daerah Waru, Sidoarjo, Jawa Timur, H Umar Efendi
memprediksi, pada malam Tahun Baru 2014 akan banyak orang-orang
menjalani ritual keagamaan daripada berhura-hura.
"Kemungkinan tetap, mayoritas anak muda yang kurang paham bahkan mungkin meninggalkan mitos Rebo Wekasan saja yang akan meramaikan malam Tahun Baru dengan hura-hura. Sebab mereka hidup di zaman modern. Sedangkan kaum tua, atau golongan masyarakat yang menyakini Rebo Wekasan adalah hari kesialan, akan melakukan ritual, sebagian lagi ada yang berpuasa tiga hari, dimulai hari Senin besok sampai Rabu," ujar dia memprediksi.
Namun ada juga ulama yang menyarankan agar tidak menganggap hari tertentu sebagai suatu pedoman, termasuk menjadikan setiap Rabu akhir bulan adalah hari nahas yang harus kita hindari.
"Karena ternyata pada hari itu, ada juga yang beruntung, ada juga yang buntung. Tinggal kita berikhtiar meyakini, semua itu adalah anugerah Allah. Dan kita kembalikan lagi semua persoalan kepada yang goib, yaitu Allah," kata Umar memberi wejangan.
"Kemungkinan tetap, mayoritas anak muda yang kurang paham bahkan mungkin meninggalkan mitos Rebo Wekasan saja yang akan meramaikan malam Tahun Baru dengan hura-hura. Sebab mereka hidup di zaman modern. Sedangkan kaum tua, atau golongan masyarakat yang menyakini Rebo Wekasan adalah hari kesialan, akan melakukan ritual, sebagian lagi ada yang berpuasa tiga hari, dimulai hari Senin besok sampai Rabu," ujar dia memprediksi.
Namun ada juga ulama yang menyarankan agar tidak menganggap hari tertentu sebagai suatu pedoman, termasuk menjadikan setiap Rabu akhir bulan adalah hari nahas yang harus kita hindari.
"Karena ternyata pada hari itu, ada juga yang beruntung, ada juga yang buntung. Tinggal kita berikhtiar meyakini, semua itu adalah anugerah Allah. Dan kita kembalikan lagi semua persoalan kepada yang goib, yaitu Allah," kata Umar memberi wejangan.
3. Lebih baik hindari hura-hura
Rebo Wekasan diyakini sebagai hari turunnya
320.000 balak atau bencana (dalam referensi lain 360.000 malapetaka dan
20.000 bahaya). Sehingga, sebagian masyarakat yang meyakini mitos ini,
diwajibkan untuk mawas diri dengan menggelar ritual.
Sementara pada masyarakat Kejawen, menggelar ritual-ritual khusus di tempat yang dikeramatkan di daerahnya masing-masing. Seperti yang dituturkan Maksum, asal Mojokerto.
Warga Dusun Telogo Gede, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, Mojokerto ini mengatakan, ritual-ritual khusus dalam budaya Jawa Kuno, bermacam-macam cara sesuai dengan kepercayaan masing-masing daerah. Ada yang menggelar selamatan tumpeng di tempat yang dikeramatkan dan sebagainya.
"Di desa saya ada sumur tua yang dikeramatkan ketika hari Rebo Wekasan. Tapi ritual itu sudah lama tidak dilakukan, karena dikhawatirkan mengarah pada kemusyrikan. Sekarang ya diganti dengan tradisi Islam, yaitu menggelar salat sunnah penangkal bala' dan membagi-bagi sedekah kepada fakir miskin," ujar Maksum.
Dia juga menegaskan, tradisi ritual Rebo Wekasan itu juga ada hikmahnya juga, meski tidak ada dasar atau ayat-ayat Alquran yang menjelaskan masalah tersebut, bahkan Nabi Muhammad juga tidak pernah mengajarkan pada ummatnya untuk meyakini hal itu.
"Terlebih lagi tahun ini, Rebo Wekasan jatuh tepat di malam Tahun Baru 2014. Artinya, perayaan tahun baru nanti tidak perlu digelar berlebihan. Mendekatkan diri kepada Allah itu jauh lebih baik ketimbang hura-hura yang tidak penting. Selanjutnya, percaya atau tidak Wallahu 'alam, segalanya berpulang pada yang ghoib," pungkasnya.
Sementara pada masyarakat Kejawen, menggelar ritual-ritual khusus di tempat yang dikeramatkan di daerahnya masing-masing. Seperti yang dituturkan Maksum, asal Mojokerto.
Warga Dusun Telogo Gede, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, Mojokerto ini mengatakan, ritual-ritual khusus dalam budaya Jawa Kuno, bermacam-macam cara sesuai dengan kepercayaan masing-masing daerah. Ada yang menggelar selamatan tumpeng di tempat yang dikeramatkan dan sebagainya.
"Di desa saya ada sumur tua yang dikeramatkan ketika hari Rebo Wekasan. Tapi ritual itu sudah lama tidak dilakukan, karena dikhawatirkan mengarah pada kemusyrikan. Sekarang ya diganti dengan tradisi Islam, yaitu menggelar salat sunnah penangkal bala' dan membagi-bagi sedekah kepada fakir miskin," ujar Maksum.
Dia juga menegaskan, tradisi ritual Rebo Wekasan itu juga ada hikmahnya juga, meski tidak ada dasar atau ayat-ayat Alquran yang menjelaskan masalah tersebut, bahkan Nabi Muhammad juga tidak pernah mengajarkan pada ummatnya untuk meyakini hal itu.
"Terlebih lagi tahun ini, Rebo Wekasan jatuh tepat di malam Tahun Baru 2014. Artinya, perayaan tahun baru nanti tidak perlu digelar berlebihan. Mendekatkan diri kepada Allah itu jauh lebih baik ketimbang hura-hura yang tidak penting. Selanjutnya, percaya atau tidak Wallahu 'alam, segalanya berpulang pada yang ghoib," pungkasnya.
Smoga smua baik2saja amin
BalasHapus